Aku masih terpekur diantara pertanyaan. Kepastian. Perang Kontradiksi yang menggelikan. Aku bertanya ketika nafas dan intuisiku masih suci. Tentang waktuku. Jejakku yang terkubur dibawah timbunan malam. Sementara aurora masih mempesona dalam lembar dongengku.
Aku masih terpekur. Melihat ribuan anak panah melesat seperti angin di depanku. Ditancapkannya (di anak panah)surat tentang surga di bawah telapak kaki ibu. Tentang kisah ayah tersayang. Tentang boneka yang ternoda. Hening. Ketika telapak kakiku telah berada X cm dari permukaan tanah.
Aku terdampar lagi. Di antara padang tektite yang senyap. Bukan malam lagi, atau siang.
Karena matahari telah kehilangan sinarnya, dan tak jauh beda dengan bulan yang kesepian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar