Selasa, 06 Desember 2011

panggilan dari langit

panggilan dari langit -1
Langit malam memang seperti garba mimpi yang penuh rahasia.  Langit malam yang menarik pikiranku menuju tempat tinggal para bintang dan penghuni langit lainnya. Kadang aku merasa mereka memanggilku, membawaku terus menaiki tangga demi tangga hingga aku berada di puncak teratas gedung apartemen. Kekosongan disini sungguh memabukkan. Aku mampu melebur menjadi titik-titik cahaya yang nantinya terbang ke langit. Ah, sungguh memabukkan.
Fred selalu mengatakan agar aku tetap di kamar. Ia marah jika aku mulai berdongeng tentang langit malam. Ia tidak percaya mereka memanggilku. Bahkan kadang ia mengatakan aku sinting. Tapi ia langsung memagut bibirku jika aku meneteskan air mata karena kata-kata kasarnya. Fred selalu berubah seratus delapanpuluh derajat bila aku menangis, lebih-lebih bila meneteskan air mata dengan wajah sayu. Fred bilang aku cantik ketika menangis.
Mereka sungguh memanggilku. Kepalaku terasa pening bila aku tidak segera menemui mereka. Pernah Fred mengunci pintu kamarku. Aku makin menggila. Segera kuhancurkan kenop pintu dengan pajangan tembaga. Berhasil, dan aku segera lmenghambur ke lift. Fred sialan. Ia hanya membutuhkanku ketika aku sudah sekarat, menagis terisak.
Kenikmatan itu muncul, ketika aku menemui mereka. Sendirian. Sepi. Bahkan aku mampu mendengan nafas dan detak jantungku. Saat itulah aku mabuk. Melebur menjadi titik-titik cahaya, dan bergabung dengan mereka. Keesokannya, aku mendapati diriku telah kembali ke kamar, dalam keadaan duduk di depan layar computer. Aku terheran. Aku telah membuat sebuah tulisan. Beratus-ratus halaman. Tanganku gemetar, mencoba membuka halaman pertama.
**
“Saya? Saya ngga bisa jelasin banyak gimana inspirasi itu datang……………..maaf
Fred menggamit lenganku. Ia melindungiku dari para wartawan yang mendesakku menjawab pertanyaan. Gara-gara Finding You at Interstellar Dust yang best seller di pasaran. Gara-gara Fred yang diam-diam tertarik, kemudian membaca, dan merekomendasikannya pada temannya yang bagian penerbitan buku.
“Fred, ini gara-gara kamu………..”
Fred tersenyum. “Jenius seperti kamu ngga boleh disiakan………ini penghargaan dari aku buat kamu. Buktinya, penerbit puas banget bisa nerbitin cerita kamu. ”
Aku merasa senang Fred memujiku, tapi di sisi lain, aku merasa bingung.  Aku tak pernah ingat bagaimana aku mengetik semua tulisan itu!  Yang kulihat hanya pantulan wajah kuyu milikku di layar computer. Uniknya, setelah novel pertamaku terbit, banyak orang yang ingin mengetahui kehidupan pribadiku. Siapa suamiku, dimana alamatku, siapa saja temanku, dll. Bahkan ketika aku sekedar berjalan-jalan dengan Fred di akhir pekan, mereka mendatangiku. Memintaku membubuhkan tanda tangan di novel, memintaku berfoto bersama, membuat Fred kewalahan menjelaskan bila aku telah bersuami.
It’s such a fairy tale, but I’m not Cinderella who found her love. I  found the dream, become a writer. Introvert mungkin gambaran orang untukku. Sulit ditemui untuk sekedar wawancara, apalagi talkshow seputar novel yang katanya out of the box itu. Ya jelas aku menolak. Karena aku tak tahu apa yang harus kujawab bila mereka menanyakan bagaimana aku menulis, bagaimana aku mendapat inspirasi, bagaimana aku blab la bla. Mereka pasti akan mencemooh, terbahak ketika aku menceritakan yang sebenarnya. Fred suamiku pun menganggap aku sinting bila aku berkata yang sebenarnya…….!
**
“Fred, aku pengen banget liburan………
“Hmmm. Kemana? Mungkin minggu depan aku bisa libur, tau kan sekarang di kantor aku dipromosiin buat jadi GM. Tapi buat kamu, aku pasti ngeluangin waktu.”
Pikiranku melayang pada langit malam.  Langit malam memang seperti garba mimpi yang penuh rahasia.  Duduk berdua dibawah langit aurora pasti indah.
“Finlandia?”
Fred mengerutkan alis.
“Hahaha. Istriku memang unik. Wanita-wanita biasanya memilih Paris, Singapore, Milan untuk shopping, kamu mau ke Finlandia?”
“Ya.. please………
Fred tertawa, ia mengelus rambutku.
“Fred, disana sangat romantic, kamu pasti suka. Sungguh, percayalah. Apalagi bila malam hari, dan keajaiban itu muncul…….”
“Malam hari?” Fred langsung mengubah ekspresi riang matanya.
“Kamu selalu tertidur lelap kemudian hilang entah kemana di setiap malam!”
Aku tak percaya.
“Menjelang pagi, kamu berdongeng tentang hal-hal gila yang diluar akal, membuat kepalaku sakitdan biasanya kita akan bertengkar. Lalu bercinta. Gila kan? ----Bahkan itupun kamu tak ingat?”
Aku menggeleng. Menatap mata Fred membuatku seperti tawanan yang diinterogasi.
“Aku bahkan tak sanggup bangun dari ranjang, kamu memang luar biasa. Seperti bukan manusia
**
Fred bilang ia ada perjalanan bisnis ke Hongkong selama 3 hari. Dengan cemas ia membawaku ke sebuah tempat meditasi.” Cobalah yoga. Siapa tahu bisa mengurangi insomnia gilamu yang kamu lampiaskan dengan menulis..”
Insomnia? Melampiaskannya dengan menulis? Aku tak pernah ingat semua itu. Otakku sama sekali merasa tak pernah melakukannya.
“Santailah…….aku langsung ke bandara ya.” Fred mengecup dahiku. Ia menurunkanku ke sebuah tempat meditasi dan yoga. Aku berpura-pura antusias saja di depan Fred, tapi setelah ia pergi aku langsung melarikan diri.
**
Aku merdeka. Rasa puas itu kulampiaskan dengan berlarian seperti anak kecil di sepanjang jalan. Para pejalan kaki melihatku denngan aneh. Sebagian yang mengetahui identitasku mengambil fotoku diam-diam. Biarlah, aku tak peduli mereka akan apakan fotoku itu. Hari ini aku seolah berlarian dibawah hujan tektite yang berkilauan.
Pikiranku mungkin masih penuh dengan tanda tanya, siapa wanita yang tidur dengan Fred ketika aku menjadi titik-titik cahaya???
Ah. Hujan tektite semakin indah. Kemilaunya membuat mataku sedikit pusing. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah orang-orang yang berteriak ke arahku…………………….
Dan semua menjadi putih.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

panggilan dari langit

| |

panggilan dari langit -1
Langit malam memang seperti garba mimpi yang penuh rahasia.  Langit malam yang menarik pikiranku menuju tempat tinggal para bintang dan penghuni langit lainnya. Kadang aku merasa mereka memanggilku, membawaku terus menaiki tangga demi tangga hingga aku berada di puncak teratas gedung apartemen. Kekosongan disini sungguh memabukkan. Aku mampu melebur menjadi titik-titik cahaya yang nantinya terbang ke langit. Ah, sungguh memabukkan.
Fred selalu mengatakan agar aku tetap di kamar. Ia marah jika aku mulai berdongeng tentang langit malam. Ia tidak percaya mereka memanggilku. Bahkan kadang ia mengatakan aku sinting. Tapi ia langsung memagut bibirku jika aku meneteskan air mata karena kata-kata kasarnya. Fred selalu berubah seratus delapanpuluh derajat bila aku menangis, lebih-lebih bila meneteskan air mata dengan wajah sayu. Fred bilang aku cantik ketika menangis.
Mereka sungguh memanggilku. Kepalaku terasa pening bila aku tidak segera menemui mereka. Pernah Fred mengunci pintu kamarku. Aku makin menggila. Segera kuhancurkan kenop pintu dengan pajangan tembaga. Berhasil, dan aku segera lmenghambur ke lift. Fred sialan. Ia hanya membutuhkanku ketika aku sudah sekarat, menagis terisak.
Kenikmatan itu muncul, ketika aku menemui mereka. Sendirian. Sepi. Bahkan aku mampu mendengan nafas dan detak jantungku. Saat itulah aku mabuk. Melebur menjadi titik-titik cahaya, dan bergabung dengan mereka. Keesokannya, aku mendapati diriku telah kembali ke kamar, dalam keadaan duduk di depan layar computer. Aku terheran. Aku telah membuat sebuah tulisan. Beratus-ratus halaman. Tanganku gemetar, mencoba membuka halaman pertama.
**
“Saya? Saya ngga bisa jelasin banyak gimana inspirasi itu datang……………..maaf
Fred menggamit lenganku. Ia melindungiku dari para wartawan yang mendesakku menjawab pertanyaan. Gara-gara Finding You at Interstellar Dust yang best seller di pasaran. Gara-gara Fred yang diam-diam tertarik, kemudian membaca, dan merekomendasikannya pada temannya yang bagian penerbitan buku.
“Fred, ini gara-gara kamu………..”
Fred tersenyum. “Jenius seperti kamu ngga boleh disiakan………ini penghargaan dari aku buat kamu. Buktinya, penerbit puas banget bisa nerbitin cerita kamu. ”
Aku merasa senang Fred memujiku, tapi di sisi lain, aku merasa bingung.  Aku tak pernah ingat bagaimana aku mengetik semua tulisan itu!  Yang kulihat hanya pantulan wajah kuyu milikku di layar computer. Uniknya, setelah novel pertamaku terbit, banyak orang yang ingin mengetahui kehidupan pribadiku. Siapa suamiku, dimana alamatku, siapa saja temanku, dll. Bahkan ketika aku sekedar berjalan-jalan dengan Fred di akhir pekan, mereka mendatangiku. Memintaku membubuhkan tanda tangan di novel, memintaku berfoto bersama, membuat Fred kewalahan menjelaskan bila aku telah bersuami.
It’s such a fairy tale, but I’m not Cinderella who found her love. I  found the dream, become a writer. Introvert mungkin gambaran orang untukku. Sulit ditemui untuk sekedar wawancara, apalagi talkshow seputar novel yang katanya out of the box itu. Ya jelas aku menolak. Karena aku tak tahu apa yang harus kujawab bila mereka menanyakan bagaimana aku menulis, bagaimana aku mendapat inspirasi, bagaimana aku blab la bla. Mereka pasti akan mencemooh, terbahak ketika aku menceritakan yang sebenarnya. Fred suamiku pun menganggap aku sinting bila aku berkata yang sebenarnya…….!
**
“Fred, aku pengen banget liburan………
“Hmmm. Kemana? Mungkin minggu depan aku bisa libur, tau kan sekarang di kantor aku dipromosiin buat jadi GM. Tapi buat kamu, aku pasti ngeluangin waktu.”
Pikiranku melayang pada langit malam.  Langit malam memang seperti garba mimpi yang penuh rahasia.  Duduk berdua dibawah langit aurora pasti indah.
“Finlandia?”
Fred mengerutkan alis.
“Hahaha. Istriku memang unik. Wanita-wanita biasanya memilih Paris, Singapore, Milan untuk shopping, kamu mau ke Finlandia?”
“Ya.. please………
Fred tertawa, ia mengelus rambutku.
“Fred, disana sangat romantic, kamu pasti suka. Sungguh, percayalah. Apalagi bila malam hari, dan keajaiban itu muncul…….”
“Malam hari?” Fred langsung mengubah ekspresi riang matanya.
“Kamu selalu tertidur lelap kemudian hilang entah kemana di setiap malam!”
Aku tak percaya.
“Menjelang pagi, kamu berdongeng tentang hal-hal gila yang diluar akal, membuat kepalaku sakitdan biasanya kita akan bertengkar. Lalu bercinta. Gila kan? ----Bahkan itupun kamu tak ingat?”
Aku menggeleng. Menatap mata Fred membuatku seperti tawanan yang diinterogasi.
“Aku bahkan tak sanggup bangun dari ranjang, kamu memang luar biasa. Seperti bukan manusia
**
Fred bilang ia ada perjalanan bisnis ke Hongkong selama 3 hari. Dengan cemas ia membawaku ke sebuah tempat meditasi.” Cobalah yoga. Siapa tahu bisa mengurangi insomnia gilamu yang kamu lampiaskan dengan menulis..”
Insomnia? Melampiaskannya dengan menulis? Aku tak pernah ingat semua itu. Otakku sama sekali merasa tak pernah melakukannya.
“Santailah…….aku langsung ke bandara ya.” Fred mengecup dahiku. Ia menurunkanku ke sebuah tempat meditasi dan yoga. Aku berpura-pura antusias saja di depan Fred, tapi setelah ia pergi aku langsung melarikan diri.
**
Aku merdeka. Rasa puas itu kulampiaskan dengan berlarian seperti anak kecil di sepanjang jalan. Para pejalan kaki melihatku denngan aneh. Sebagian yang mengetahui identitasku mengambil fotoku diam-diam. Biarlah, aku tak peduli mereka akan apakan fotoku itu. Hari ini aku seolah berlarian dibawah hujan tektite yang berkilauan.
Pikiranku mungkin masih penuh dengan tanda tanya, siapa wanita yang tidur dengan Fred ketika aku menjadi titik-titik cahaya???
Ah. Hujan tektite semakin indah. Kemilaunya membuat mataku sedikit pusing. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah orang-orang yang berteriak ke arahku…………………….
Dan semua menjadi putih.
(bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

.